reportasependidikan.com – Ada suasana yang berbeda dari biasanya di sekolah fillial SDN 45 Boja. Anak-anak dari berbagai usia berkumpul di satu ruangan kelas berlantaikan tanah dan beratapkan seng dengan senyum yang mengembang. Apa pasal? Empat orang pegiat literasi yang dipelopori pegiat literasi Indonesia, Nury Sybli datang membawa semangat dan hadiah alat tulis.
Kelas yang sedianya diisi oleh pak Guru Abdul Wahid, kali ini kelas diambil alih oleh Nury Sybli yang sengaja datang untuk berbagi inspirasi bersama anak-anak petani di hutan lindung Boja ini. Kelas dimulai dengan sapaan ‘Hallo dan Hai’ dan disambut riuh suara khas anak Sinjai.
“Anak Indonesia, Halloo. Anak Sinjai, Haiii,” sapa Nury di hadapan anak-anak kelas 1-6 yang berjumlah hanya 20 anak.
“Yang lain kemana pak Guru,” tanya Nury pada pak Wahid yang mendampingi anak-anak sejak sekolah swadaya masyarakat ini didirikan pada tahun 2005. “Rata-rata ijin ikut orang tua pergi ke pasar atau ke kebun,” ucapnya pada saat bersama anak-anak petani hutang lindung Boja, Selasa 24 Oktober 2017-
Ruang kelas yang mirip dengan gudang ini setiap hari diisi oleh anak-anak dari berbagai usia sekaligus anak-anak yang sedang mengejar ketertinggalan melalui program paket A atau paket B tetapi mengingat guru hanya satu di sekolah ini kelas pun tidak dibagi.
“Sebenarnya bangunan sekolah terbuat dari apapun bukan masalah utama, kendati tetap perlu. Yang utama adalah tenaga pengajar atau pendamping yang harus berkualitas agar melahirkan generasi yang unggul, yang mandiri dan berani bersaing,” papar Nury saat ditanya pendapatnya soal bangunan sekolah yang masih berlantaikan tanah.
Tetapi, lanjut dia, pemerintah pusat, Presiden RI Joko Widodo dan pemerintah daerah tidak dibenarkan juga jika pura-pura tidak mengetahui bahwa di Kabupaten Sinjai, tepatnya Sinjai Selatan masih ada bangunan sekolah berlantaikan tanah dan anak-anaknya masih bersekolah tanpa alas kaki.
“Saya atas nama anak Indonesia, memohon kepada Pak Presiden RI, Joko Widodo agar lebih memperhatikan kondisi pendidikan di pelosok negeri. Untuk Pak Menteri Pendidikan, khusus untuk anak-anak Sinjai bukan full day school yang diperlukan, tetapi hak pendidikan yang layak yang lebih dibutuhkan. Demikian juga Bupati Sinjai sudah waktunya mengunjungi anak-anak Boja,” tandas Nury disela-sela mengajarnya.
Dalam kesempatan ini, anak-anak yang mendapatkan hadiah alat tulis dari perusahaan alat tulis asli Indonesia, PT Standardpen Industries berupa bolpoin, tas dan buku mengaku senang dan berjanji akan lebih giat lagi dalam belajar. Kendati begitu, ketika ditanya apa harapannya anak-anak meminta Presiden RI Joko widodo untuk membangunkan sekolah yang layak.

“Bapak Presiden Joko Widodo, lihat ini sekolahku. Saya anak Boja, saya ingin sekolah yang bagus,” kata Awal. Sementara Ani dan teman-temannya meminta sepatu dan tas serta seragam sekolah.
Untuk mencapai lokasi, para pegiat literasi harus berjalan kaki melintasi beberapa sungai dan menaiki perbukitan sekitar satu jam dari Dusun Bikeru. Tanpa lelah para pegiat bergantian membawa bantuan alat tulis untuk anak-anak SDN 45 (Fillial) Boja. “Standardpen ingin berbagi untuk anak-anak di seluruh negeri. Harapannya, anak-anak lebih semangat dan giat lagi dalam menulis. Karena faktanya masih banyak anak-anak di pulau, di pedalamna atau bahkan dipinggiran kota yang masih belum pandai menulis kendati sudah kelas 5 atau 6 SD,” papar Nury yang dikenal dengan Ibu Baca Tulis.
Mantan Jurnalis yang hobi naik gunung itu terus menyemangati anak-anak Boja bahkan anak-anak gadis yang sudah putus sekolah. Apa motovasinya? “Saya ingin anak-anak Indonesia dimanapun tinggalnya bisa memiliki pengetahuan yang baik, bisa mengembangkan desa berdasarkan keahliannya,” katanya
