Kisah Perjuangan Imam Asy-Syafi’i Kecil Dalam Menuntut Ilmu

reportasependidikan.com – Muhammad bin Idris asy-Syafi’i, ulama kelahiran tahun 150 H di Gaza, Paletina dan wafat 204 di Mesir. Ialah salah satu mujtahid yang dijadikan mazhab dalam Fiqih Islam. Keluasan ilmunya menjadi buah perjuangan dalam petualangan mencari ilmu dari banyak guru.

Dikisahkan, asy-Syafi’i kecil, seorang yatim yang berada dalam kasih sayang ibu dari semenjak kecil. Beliau dibawa oleh ibunya ke Madinah.

Ketika itu, beliau berada di majelis Imam Malik, saat itu tak ada uang untuk membeli pena atau alat tulis apapun untuk belajar.

Maka beliau meletakkan jarinya di mulut, dan menulis dengan telunjuk kanannya di atas telapak tangan kirinya. hal tersebut dilakukannya berkali-kali saat umur beliau masih 11 tahun.

Imam Malik merasa terganggu dengan anak kecil yang menaruh ludahnya di jari, kemudian menggerakkannya di telapak tangan. Dengan pikirnya Imam asy-Syafi’i bermain-main.

Setelah 2 sampai 3 pelajaran, Imam Malik memanggilnya “kesini kamu.”

Dihampirilah Imam Malik oleh asy-Syafi’i,

“Janganlah hadir lagi dalam pelajaran kami!” Seru Imam Malik.

“Kenapa?” sambung asy-Syafi’i.

“Karena kamu bermain-main dan berbuat sia-sia di sini,” kata Imam Malik.

“Demi Allah, aku tidak bermain-main, memang karena apa saya disebut bermain-main?” tanya asy-Syafi’i.

“Karena kamu menaruh ludah di jarimu dan kau menggerakkannya. Ini sia-sia,” kata Imam Malik.

“Aku hanya menulis hadits,” ujar asy-Syafi’i.

“Kalau begitu, mana alat tulismu, mana penamu? mana kertas-kertasmu? mana tintamu? kau datang tanpa tinta dan pena?” tanya Imam Malik.

BACA JUGA:  Ini 5 Fakta Unik Ka’bah

Asy-Syafi’i menjawab: “Aku hanya orang miskin, tak mampu ku membeli alat tulis. Aku hanya menulis hadits seperti ini agar aku bisa menghafal,”

“Jika kau mau, aku akan sampaikan apa yang telah kamu sampaikan.”

“Lakukanlah!” kata Imam Malik.

Asy-Syafi’i kecil melafalkan seluruh hadits kepada Imam Malik mulai dari awal sampai akhir pelajarannya. Mulai setelah itu, Imam Malik mendekati dan membantunya.

Perjuangan sang Ibu membantu asy-Syafi’i. Ia membawakan tulang unta dari tukang sembelih di pasar untuk dijadikan alas menulis untuk belajar anaknya.

Diceritakan, bahwa ibunya pergi ke kantor pemerintahan. Mengambil kertas-kertas bekas yang sudah dibuang dan diberikan kepada anaknya untuk menulis hadits.

Jika kita melihat lembaran-lembaran Imam Syafi’i, kita akan melihat di depannya tulisan hadits dan di belakangnya catatan-catatan pemerintahan saat itu.

Dengan berkaca kepada kisah Imam Syafi’i, betapa perjuangan menjadi hal terpenting untuk mencapai keberhasilan. Dengan kebersihan niat, kelurusan tujuan dan ketaatan kepada Allah.

Keutamaan orang berilmu dibanding orang yang rajin beribadah bagai keutamaan cahaya purnama dibanding seluruh cahaya bintang dalam gelapnya malam. []

Sumber: Kajian Al-Amiry

Print Friendly, PDF & Email
(Visited 5.535 times, 1 visits today)

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

You cannot copy content of this page