reportasependidikan.com – Siapa yang dapat menyangsikan kehadiran seorang guru bagi muridnya. Bukan persoalan berapa lama guru itu mendidik muridnya, namun sejauh mana kedekatan yang mampu dibangun oleh seorang guru kepada anak didiknya.
Seorang guru dapat menjadi seorang “Malaikat” dihadapan muridnya jika mampu menghadirkan keceriaan dalam memberi mereka pelajaran. Apalagi jika guru itu mampu membangun hubungan emosional secara personal kepada setiap muridnya.
Tidak sedikit murid nilai kepintarannya menurun ketika sudah naik ke kelas berikutnya. Ini terjadi karena guru yang mengajarnya tidak sama perlakuan dan cara mendidik yang didapatkan murid itu ketika berada di kelas sebelumnya. Bahkan pernah saya mendapati di sebuah sekolah seorang murid tidak mau masuk sekolah jika bukan guru yang mengajarinya dulu yang mengajarnya.
Seorang guru, walaupun menerapkan metode pembelajaran yang sama, tetap akan beda cara penerapannya dengan guru lainnya karena akan dipengaruhi karakter pribadi masing-masing.
Dan guru yang cerdas tidak hanya terpaku pada sebuah kurikulum baku yang terkadang melahirkan kejenuhan siswa dalam menerima mata pelajaran itu. Dunia anak itu, dunia bermain–khususnya kelas rendah sekolah dasar. Jadi jika guru tidak mampu memahami itu, akan sulit menciptakan pembelajaran yang mampu diserap anak didiknya.
Baru-baru ini saya disuguhkan pemandangan yang mengharukan di sebuah sekolah dasar. Satu kelas murid menangis tidak rela berpisah dengan guru yang notabene hanya seorang mahasiswa yang melakukan KKN selama dua bulan di sekolah tersebut.
“Entah metode pembelajaran model apa yang diterapkan mahasiswa ini yang sudah jelas tidak punya pengalaman mengajar tapi mampu dalam dua bulan menyihir muridnya untuk selalu diajar olehnya,” gumam saya.
Adhy Marshal
Makassar, 17 januari 2017