
reportasependidikan.com – Meski Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa terkait vaksin MR (Maesles Rubella) yang berstatus mubah, nyatanya masih banyak orang yang mempertanyakan status darurat syar’iyyah yang menjadi landasan dikeluarkannya fatwa tersebut. Mengapa bisa vaksin yang haram menjadi terpaksa diperbolehkan untuk digunakan?
Tentunya baik dari MUI, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), PT Bio Farma, dan juga Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) telah mempertimbangkan banyak hal sehingga muncul fatwa tersebut.
Dilansir detikhealth, berikut adalah tiga pertimbangan yang menjadikan vaksin MR berstatus darurat syar’iyyah atau dalam kondisi keterpaksaan sehingga mubah digunakan.
1. Campak dan Rubella berbahaya dan mudah menular
Dalam poin pertama yang ada dalam surat Fatwa tentang Penggunaan Vaksin MR dari SII untuk Imunisasi, disebutkan campak adalah penyakita yang sangat mudah menular dan ditularkan oleh bersin dan batuk.
Komplikasinya bisa berujung pada pneumonia (radang paru), ensefalitis (radang otak), diare, meningitis, dan bahkan kematian.
Rubella juga mudah menular, dan ada efeek teratogenik apabila menyerang ibu hamil dapat menyebabkan keguguran dan kecacatan permanen pada bayi atau congenital rubella syndrome (CRS).
2. Angka kejadian di Indonesia
Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, berdasarkan total kasus suspek Campak-Rubella yang dilaporkan antara 2014 sampai dengan Juli 2018, tercatat sebanyak 57.056 kasus dengan masing-masing 8.964 untuk campak dan 5.737 positif Rubella.
Lebih detail, di tahun 2014 tercatat 12.943 suspek Campak-Rubella (1.194 positif campak dan 1.474 positif Rubella).
Angka ini kemudian meningkat menjadi 13.890 di tahun 2015, dan turun lagi menjadi 12.370 di tahun 2016. Akan tetapi, terjadi lonjakan di tahun 2017 menjadi 15.104 kasus suspek Campak-Rubella.
Namun, angka ini berhasil ditekan dan turun drastis dengan laporan yang menunjukkan sampai dengan Juli 2018, jumlah kasus suspek Campak-Rubella sebanyak 2.389.
Bahkan, dijelaskan pula oleh Prof Dr dr Sri Rezeki Hadinegoror, Ketua ITAGI menyebutkan campak di Indonesia berada di urutan terburuk kedua di dunia setelah India.
3. Hasil kajian Indonesia dengan ahli dari Badan Kesehatan Dunia (WHO)
Berdasarkan hasil kajian Kemenkes RI bersama para ahli dari WHO, serta dengan akademisi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat di Indonesia pada Oktober 2014, dengan mempertimbangkan situasi cakupan imunisasai dan kejadian penyakit campak dan rubella maka direkomendasikan kampanye imunisasi MR dengan sasaran usia 9 bulan ke atas sampai dengan 15 tahun.
“Bila tidak dilakukan kampanye dengan sasaran sebagaimana direkomendasikan maka akan terjadi peningkatan jumlah akumulasi kasus penyakit campak dan rubella,” demikian tertulis dalam surat tersebut. []