reportasependidikan.com – Hiruk pikuk korupsi di tanah air tak semakin mereda. KPK yang diharapkan bisa memberantas korupsi dalam waktu cepat, malah kian sibuk menangkapi pejabat yang menggarong uang rakyat.
Mulai dari mantan menteri,anggota DPR RI, Gubernur, Walikota-Bupati hingga hakim yang seharusnya menjadi tauladan, kini malah banyak yang menjadi penghuni penjara lantaran korupsi.
Melihat korupsi seakan tak pernah henti dan semakin menggurita, rasanya kita harus malu dan bertauladan pada tokoh satu ini.
Sosok yang pernah menjabat sebagai menteri selama 14 tahun ini hidup bersahaja. Namun karya-karyanya monumental dan sangat berfungsi bagi generasi masa kini.
Siapakah beliau? Dia tak lain adalah (Alm) Ir Sutami.
Ir Sutami menjabat Menteri Pekerjaan Umum Di era Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, hidupnya jauh dari kesan kaya.
Ir Sutami layak dijuluki menteri termiskin lantaran saat tak menjabat lagi sebagai menteri,untuk berobat pun ia mengalami kesulitan biaya.
Sederhana
Kesederhanaan Ir Sutami bisa menjadi contoh para pejabat kini banyak tersangkut kasus korupsi. Saking sederhananya, atap rumah Ir Sutami bocor.
Bocornya rumah Ir Sutami ditulis oleh Staf Ahli Menteri PU, Hendropranoto Suselo dalam Edisi Khusus 20 tahun Majalah Prisma yang diterbitkan LP3ES tahun 1991 di Jakarta.
Ketika itu, Ir Sutami masih menjabat sebagai Menteri PU dan Tenaga Listrik. Saat Lebaran, rumah Ir Sutami di ramai dikunjungi tamu. Tapi tamu yang datang malah terkaget-kaget.
Mereka melihat ke atap dan banyak bekas bocor pada langit-langit rumah. Rupanya sudah lama rumah Sutami bocor.
Padahal Sutami sudah enam kali menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum. Di bawah pengawasannya, proyek raksasa seperti Gedung DPR, Jembatan Semanggi dan Waduk Jatiluhur, dibangun. Sutami pula yang memimpin proyek pembangunan Bandara Ngurah Rai.
Menteri ini sama sekali tidak pernah bermewah-mewahan. Bahkan rumahnya di Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat dibeli dengan cara menyicil. Baru saat akan pensiun, rumah itu lunas.
Sutami tak pernah mau memanfaatkan fasilitas negara secara berlebihan. Saat lengser tahun 1978, dia mengembalikan semua fasilitas negara.
Kemudian seorang pengusaha berniat memberinya mobil. Pengusaha itu tahu mobil dinas Sutami ikut dikembalikan. Tapi dengan halus Sutami menolak. Dia hanya meminta diberi sedikit diskon saja dari pengusaha itu.
Sutami tidak pernah tergoda untuk korupsi. Penampilan dan tindakannya tetap bersahaja.
Di satu ketika, pernah PLN mencabut listrik di rumah pribadinya di Solo. Menteri Sutami ternyata pernah kekurangan uang hingga telat bayar listrik.
Yang menyedihkan, Sutami sempat takut dirawat di rumah sakit. Ternyata dia tidak punya uang untuk bayar rumah sakit. Baru setelah pemerintah turun tangan, Sutami mau juga diopname.
Presiden Soeharto kerap menjenguk Sutami saat sakit. Soeharto pula yang meminta Sutami mau berobat ke luar negeri.
Ir Sutami menginggal dunia 13 November 1980 pada umur 52 tahun. Dia menderita sakit lever.
Tanggal 16 Desember 1981, Presiden Soeharto meresmikan bendungan Karangkates. Soeharto membacakan pidato penghormatannya untuk Sutami. Dia pun memberi nama bendungan Karangkates sebagai nama bendungan Sutami.
Monumental
Menteri yang lahir 19 Oktober 1928 ini adalah menteri termuda yang dipercaya Presiden Soekarno saat berusia 36 tahun.
Tepatnya pada tahun 1964, Ir Sutami bergabung pada Kabinet Dwikora I sebagai Menteri Negara diperbantukan pada Menteri Koordinator Pekerjaan Umum dan Tenaga untuk urusan penilaian konstruksi.
Ketika kekuasaaan Soekarno beralih ke Soeharto tahun 1966, Ir Sutami tetap dipercaya menjadi menteri Pekerjaan Umum hingga tahun 1978.
Ir Sutami adalah Menteri Pekerjaan Umum terlama di era Soeharto dengan masa jabatan selama 12 tahun dan dua tahun di era Soekarno.
Di tangan Ir Sutami, terbangun jembatan Semanggi Jakarta yang hingga kini menjadi salah satu ikon Ibukota.
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta, Yusmada Faizal Samad bahkan menyebut Jembatan Semanggi sebagai karya konstruksi sipil yang fenomenal.
“Suatu struktur konstruksi jembatan panjang (60 meter tanpa penyangga) di Indonesia untuk pertama kali menerapkan teknologi prestressed concrete,” tulis Yusmada seperti dikutip Kompas Properti.
Penerapan teknologi prestressed concrete saat itu memang sempat menuai pendapat pro dan kontra, serta diskursus di tataran akademik. Pasalnya, kekuatan dan keandalan struktur jembatan tersebut dipertanyakan.
Keraguan pun terjawab. Saat Presiden Soekarno meresmikan jembatan itu pada tahun 1962. Ketika itu Ir Sutami sebagai penanggungjawab pembangunan Jembatan Semanggi melakukan aksi ‘heroik’.
Dengan mengendarai sebuah jeep, Ir Sutami menuju ke tengah bentang untuk membuktikan struktur jembatan itu kuat.
Soekarno pun sangat puas dan bangga dengan kehabatan Ir Sutami muda ketika itu.
Ir Sutami (net)Jejak karya monumental Ir Sutami tak hanya Jembatan Semanggi. Kubah Gedung MPR/DPR berwarna hijau seperti kura-kura juga menjadi bukti kehebatan Ir Sutami.
Kompleks MPR/DPR itu merupakan hasil rancangan arsitek lulusan Berlin, Soejoedi Wirjoatmodjo, dan salah satu stafnya, Ir Nurpontjo.
Kompleks itu dibangun untuk menggelar Conference of the New Emerging Force (Conefo), dan bangunannya harus bisa menandingi gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York. Konferensi itu guna menggalang kekuatan di kalangan negara-negara baru untuk membentuk tatanan dunia baru.
Pemancangan tiang pertama pembangunan kompleks Conefo itu dilakukan pada 19 April 1965. Padahal konferensi internasional sudah harus digelar setahun kemudian.
Sebagai pelaksana lapangan, Ir Sutami menyanggupi pembangunan kompleks itu dalam tempo setahun.
Atap gedung ini mirip dengan prinsip struktur sayap. Semula atap akan berbentuk kubah murni.
Tapi Sutami selaku ahli struktur bangunan mengingatkan hal itu akan memunculkan masalah serius. Sebab, hal ini menyangkut pemerataan penyaluran beban gaya vertikal ke tiang-tiang penopang kubah.
Sutami kemudian membuat sketsa dan perhitungan teknisnya. Ia menjamin kubah semacam itu bisa dikerjakan. Sebab, desain tersebut tak berbeda dengan prinsip struktur kantilever pada pesawat tebang.
Keberhasilan Sutami sebagai pelaksana proyek dan juga turut andil dalam merealisasi atap berbentuk kubah mengundang pujian dari gurunya semasa di ITB, Ir Roosseno. Ahli beton itu mengakui gedung Conefo sebagai karya besar Sutami.
Ir Sutami juga menjadi pimpinan pusat proyek pembangunan Jembatan Ampera di Sungai Musi, yang kini menjadi kebanggan masyarakat Sumatera Selatan.
Ketika Proyek Listrik Tenaga Air di Maninjau, Sumatra Barat, yang diperkirakan tak akan bisa dibuat akhirnya berhasil,dilakukan berkat tangan dingin Ir Sutami.
Sebagai kekaguman. “Tukang insinyur” ini ikut pula membidani lahirnya Fakultas Teknik Universitas Indonesia, serta munculnya dan beroperasinya jalan tol yang sekarang dikenal sebagai tol Jagorawi.
Sutami juga sukses membangun Waduk Jatiluhur dan memimpin proyek pembangunan Bandara Ngurah Rai Bali yang megah hingga kini. (*)
(Sumber: tribunjabar.co.id)